Category Archives: Ceritaku

SUASANA ITU

Ernest Hemingway pernah berkata, kau bisa menulis dalam keadaan apapun. Namun saat terbaik menulis adalah saat kau jatuh cinta. Namun diakhir hidupnya dia bunuh diri, entah mengapa? Aku rasa filsafat yang yang meracuninya terlalu dalam. Itu pendapatku…

Buatku, saat menulis terbaik adalah waktu hujan dengan mesranya menyapa tanah yang lembab dipegunungan. Membasahi hutan yang dipenuhi pohon-pohon pinus yang menjulang mencoba menggapai langit. Membawa dingin menyelimuti bumi.

Aku dan sweeter wolku telah siap dengan segelas coklat panas atau segelas teh berbumbu madu yang baru saja kupanen dibukit belakang. Duduk di depan meja disamping jendela kaca dengan pemandangan hujan yang membasahi hutan, tersamarkan oleh bulir-bulir air yang silih berganti mengetuk kaca jendelaku di sebuah rumah kayu.

Aku pernah bercita menjadi penulis bahkan sampai sekarang. Dan impian tempat menulis masih pula terngiang-ngiang di telinga bagai suara gong raksasa yang dipukul di samping telingaku.

Malam ini di Kota Malang. Aku merasakan keinginan ini lagi. Daerah pegunungan yang dingin, hujan yang akan sering datang, apalagi besok aku akan ke peternakan lebah madu di hutan. Hmm, semoga impian semakin dekat dan bisa menjadi kenyataan. Amin

Note : Hmm…Hemingway benar tentang jatuh cinta saat menulis. Aku jatuh cinta pada suasana seperti itu untuk menulis.

MACET

Jakarta, saat macet begini. Stuck nggak move on, tetap ditempat ibaratnya seperti pulau kecil yang diterjang gelombang tsunami. Kendaraan berjubel saling sikut bak air bah yang berlomba-lomba mengikuti arus yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah.

Karena kuatnya arus tsunami, Jakarta hampir tenggelam. Trotoar jalan juga sudah tidak aman. Teluk-teluk pejalan kaki juga sudah tenggelam oleh parkiran-parkiran kendaraan yang tidak bertanggung jawab, egois mengambil hak orang.

Karang-karang cantik yang seharusnya menghiasi dasar pesisir kini hampir hilang terhempas kuatnya gelombang. Setiap hari, gelombang ini semakin besar di Jakarta. Ya, karena ulah manusia itu sendiri dan kebutuhan perut juga, agar dapurnya terus mengepul. Tuntutan hidup yang keras, gaya hidup, dan kebutuhan hidup adalah faktor utama tsunami ini.

Lihat saja contoh pasar-pasar sebagai komoditi kehidupan paling ramai seantero bumi. Tuntutannya mendatangkan gelombang yang besar. Atau pedagang-pedagang yang juga merusak pinggiran teluk, dan kendaraan sesuka hati meluber membanjiri badan jalan. Jakarta hampir tenggelam. Emm..bagaimana kalau itu bukan perumpaan?

Note : ditulis random saat maceet menuju gedung DPR *mau liputan sidang RUU Pilkada.

Bertemu Kawan Lama

Kau selalu di sana, sama seperti dulu. Tidak banyak yang berubah, bahkan tidak ada yang berubah mungkin. Hanya saja teman-temanmu kini makin bertambah.

Hai Danau Matano, akhirnya kita berjumpa lagi. Sudah 4 tahun kita tidak bertemu. Pesonamu masih sama seperti dulu, Dan aku tau kau sedang menungguku.

Pagi itu aku melihatmu sedikit muram. Terlihat dari mendung disekitarmu. Kau melihatku dari jauh, akupun begitu. Tapi saat melihatku, pandanganmu juga seperti mencari-cari sosok lain.

Ya, aku tau…dulu aku pernah bilang padamu kalau aku akan datang bersama pasangan hidupku, mengenalkannya padamu. Itu aku katakan dalam tulisanku “sahabat lama tak lekang oleh masa “. Tapi aku datang bersama adik bungsuku.

Untuk saat ini aku belum bisa datang bersama pasangan hidupku. Karena aku pernah gagal dan kini aku masih mencari. Tapi aku sangat senang bisa bertemu lagi denganmu, sahabat lamaku. Berenang bersama, tertawa, bercerita tentang kenangan indah, haha. Kini aku akan kembali ke Jakarta, semoga suatu saat kita bisa berjumpa lagi, dengan hidup yang lebih baik. Aminn

ditulis di bandara internasional sultan hasanuddin, saat akan kembali ke Jakarta

Gerbong Kereta

 

Sembari menunggu kereta, membunuh waktu, saya mau cerita apa saja yang saya temui dalam perjalanan dari apartemen, eh dari kost tepatnya sampai ke stasiun. Hehe

Pertama adalah penjual sayur lesehan yang menggelar lapaknya di pinggir gang tempat pertemuan para ibu-ibu. Dengan setiap langkah mereka yang terhitung pahala, memulai pagi mereka berbelanja bahan kebutuhan rumah tangga untuk para suami dan anak mereka yang akan memulai aktivitasnya. Saat lewat, saya mendengar celotehan para ibu yang akan memasak apa pagi ini. Tentang makanan kesukaan suami dan anak-anak mereka. Ibu-ibu itu adalah bidadari surga men. Aminn

Kedua, saat berjalan lagi saya bertemu dengan seorang bapak setengah baya di pinggir jalan besar tempat saya menunggu taxi. Setiap pagi, setelah subuh bapak tua berperawakan kecil dan agak sedikit bungkuk itu pasti selalu di sana. Dia menjajakan aneka makanan, mulai dari nasi kuning cacah telur dadar untuk sarapan pegawai kantor, kue-kue, dan juga gorengan yang di letakan dalam rak-rak keranjang yang didudukkan di boncengan sepeda tuanya. Dia akan dengan setia menunggu pembelinya datang sampai tengah hari. Sembari menunggu, dia selalu memakai payung untuk melindunginya dari sinar terik matahari siang nanti.

Ketiga, di stasiun saya bertemu dengan segerombolan manusia yang tengah sibuk dengan kepentingan mereka masing-masing. Saya bertemu dengan seorang bapak berkepala setengah botak yang menggandeng anaknya di sebelah kiri, dan menggandeng kerdus barang di tangan kanannya. Dia tergopoh-gopoh berlari mengejar kereta yang ternyata baru saja berangkat. Masuk ke peron saya melihat para awak kereta dan masinis yang menyiapkan gerbong yang akan disandingkan dengan lokomotif. Lalu saya melihat ibu-ibu yang menunggu kereta sambil khusuk membaca Al-Quran kecil di genggamannya.

Semoga Allah memudahkan segala urusan-urusan mereka. Dan memberikan pahala atas kebaikan-kebaikan dan kesabaran mereka. Dan inilah saya, tiba di gerbong kereta. Duduk dan masih terus mengamati sampai nanti di perjalanan berikutnya.

Bismillah..

KUPI

Kota dengan Sebutan Serambi Mekkah ini memiliki suatu ciri khas yang sangat kental bagi masyarakatnya. Ya Kota Aceh, kota ini sangat indentik dengan kopi. Kopi merupakan salah satu sumber daya alam utama bagi rakyat Aceh. Kentalnya ciri khas ini ibarat telah mengalir dalam darah daging mereka. Tidak berlebihan saya mengatakan seperti ini, karena seperti itulah adanya. Contohnya saja di Takengon, Aceh Tengah, kita akan menemukan dan melihat disepanjang pekarangan rumah warga tanaman kopi, kopi, dan kopi. Yang ini dalam skala kecil saja, belum lagi dalam skala besarnya. Siapa yang tidak kenal dengan kopi Aceh. Disamping daerah penghasil kopi lainnya di Indonesia, Aceh merupakan salah satu daerah terdepan dalam menghasilkan kopi. Belum lagi dikota Aceh, Banda Aceh akan banyak kita temukan warung-warung kopi menjamur. Continue reading KUPI